Senja kemarin.
Minggu kemarin saya belajar banyak hal. Bukan sekedar identifikasi klasifikasi, apalagi membaca isi hati doi. lebih dari itu.
Minggu kemarin saya belajar tentang bagaimana menjaga perilaku, lisan yang ingin mengatakan tapi sebisa ditahan.
Lebay ya? Haha
Minggu kemarin saya belajar dari kebenaran yang tak dibenarkan. berlajan diatas kerikil dengan sepatu disingsing pundak. Sakit.
Sebenarnya saya nggak tau yang saya lakukan ini benar atau tidak. Setidaknya saya yakin ini benar. Setidaknya.
Minggu kemarin saya menatap senja. Entah mengapa seolah senja menatap saya yang sedang menatapnya. lisan ini seolah tak mampu mengucap tentangnya.
Minggu kemarin saya tertegun. Bagaimana bisa setiap hari saya melewatkan senja yang indah seperti ini?. Mereka bilang senja disini berbeda dengan di kota.
Ah, itukan kata mereka. Bagi saya senja tetaplah senja. Dimanapun senja berada. Senja yang saya lihat disini dengan senja yang "dia" lihat disana sama- sama senja. Sama- sama berasal dari matahari yang sama. dan saya rasa itulah yang sangat membuat kita dekat. Sama- sama melihat senja yang sama. Di tempat yang berbeda nan-jauh disana.
Ah, lagi- lagi ber ending cinta. Maafkan ya.
Senin malam sebelum ngelaprak kimia organik, purokerto.
Komentar
Posting Komentar