[Refleksi Diri: Tissue biasa, dan yang katanya "maha"siswa yang luar biasa ]
Tissue ini ialah tissue biasa. Harganya juga biasa. Sekitar Rp3000,00 saja biasanya kita sudah bisa membawanya. Gambarnya juga tidak unik, di atasnya tergambar ilustrasi yang begitu menyenangkan. Anak anak tertawa bahagia dengan hidupnya. Sangat ironis dengan realita.
Ya tissue ini ialah tissue biasa. Bukan berita heboh artis yang tertangkap narkoba, maupun berita tentang penyanyi luar negeri yang lagi hot dicibir karena perangai diri. Tidak layak lah istilahnya tissue ini masuk jajaran berita penting sejagat di jajaran line today yang sering menggugah jari untuk mengetuknya.
Karena pemandangan tissue ini terlalu biasa mungkin tidak pernah kita coba untuk mencari tau berapa banyak cerita di balik sampainya tissue ini ke tangan kita.
Ya, pasalnya tissue ini terlalu sering kita lirik namun begitu jarang kita pandang.
Ajaibnya tissue ini meledak begitu perih di hati nurani saya sebagai mahasiswa.
Mahasiswa. Dielu-elukan sebagai masa depan bangsa. Garda terdepan sumber daya manusia muda Indonesia untuk perubahan menuju kebaikan.
Katanya sih kalau 1000 orangtua bisa mencbut semeru sampai akarnya, 10 pemuda bisa mengguncang dunia.
Muda, intelektualita, dan berdaya.
Namun semua peran sebagai mahasiswa dalam benak saya kembali harus saya reflekaikan pada 22.28 WIB hari ini.
Hari ini saya beranjak pulang dari rapat mahasiswa di UI menuju rumah pada pukul 22.15.
Karena sudah janjian untuk pulang bersama ibu yang kebetulan sedang dalam perjalanan pulang dari kantor, saya pun menginjakan kaki di kereta menuju stasiun tanjung barat.
Terburu-buru karena sedang ditunggu ibu di alfamart dekat sana, saya pun meningkatkan tempo ayunan kaki ini.
Namun ketika menginjakan kaki keluar stasiun, hati memerintahkan kaki ini untuk berdiam diri sejenak dan menatap bocah kecil yang duduk di pinggir jalan tepat di depan stasiun. Di sampingnya terdapat plastik cukup besar berisikan 11 tissue biasa ini.
Entah kenapa, meski sudah memiliki tissue di tas, saya putuskan untuk membeli tissue dari plastik tersebut. Entah kenapa meski sedang ditunggu ibu yang sudah agak lama parkir, hati ini mengatakan untuk berbicara dengan anak itu.
Sebut saja adik penjual tissue ini adik Reza. Reza ini berambut ikal. Bermata bulat nan hitam dan berpostur sangat kecil. Ukuranya percis layaknya tubuh saya waktu 3 sd dahulu.
Setelah membeli tissuenya saya pun terketuk untuk mengobrol dengan adik Reza.
saya : " Dek adek kenapa belom pulang?"
reza: " masih ada 10 tissue lagi kak soalnya"
saya : "terus biasanya pulang jam berapa kalo jualan tissue gini dek?"
reza: " masih ada 10 tissue lagi kak soalnya"
saya : "terus biasanya pulang jam berapa kalo jualan tissue gini dek?"
reza: "biasanya jam 10 malam kak tapi ini nih masih sisa 10 lagi."
saya pun terdiam sejenak. Kalau dia menghabiskan waktunya untuk jualan tissue, lantas belajarnya bagaimana?
saya pun mencoba bertanya kembali.
saya: " terus gimana adek belajar dan ngerjain pr? emangnya pulang sekolah jam berapa dek?"
reza: "jam 1 siang kak"
saya:" terus berangkat jualanya?"
reza:" dari jam 5 sore kak"
reza: "jam 1 siang kak"
saya:" terus berangkat jualanya?"
reza:" dari jam 5 sore kak"
otak saya pun sontak menghitung. Jika ia berangkat sekolah seperti kisahnya. Maka ia menghabiskan waktu 6 jam untuk sekolah dm 5 jam 30 menit (dan terus berlanjut sampai tissuenya habis) untuk berjualan tissue. Dengan kata lain 12 jam kerja. padahal anak sd butuh waktu tidur sekitar 10 jam.
Berarti ia hanya punya siswa waktu 2 jam lainya untuk mengerjakan pr, belajar untuk sekolah, dan segala aktivitas lainya... GILAAA itu lebih dari jam kerja pegawai dan jam belajar mahasiswa pada umumnya...
saya: " temen yang lain di mana? kok gak ada yang nemenin?"
reza: " barusan pulang kak, mereka tissuenya udah abis kejual kak"
saya: " terus kamu kenapa belum pulang? ini udah malem banget dek..."
reza: " tanggung kak, masih ada 10 tissue lagi..."
reza: " barusan pulang kak, mereka tissuenya udah abis kejual kak"
saya: " terus kamu kenapa belum pulang? ini udah malem banget dek..."
reza: " tanggung kak, masih ada 10 tissue lagi..."
Pikirku pun tak sanggup mengimaji tekanan apa yang mampu memaksa anak sekecil adik reza ini untuk lebih memilih mengorbankan dirinya dibandingkan membiarkan 10 tissue ini kembali dengan kondisi tak terjual.
Sontak ibuku menelpon untuk daku bersegera menuju mobil. Saya pun segera mengucapkan selamat tinggal kepada adik reza untuk bergegas berjalan menuju mobil.
Entah kenapa, setiap langkah saya meninggalkan tempat adik reza ini terasa berat. Tiap detukkan sepatuku yang bertemu aspal jalan membuatku berpikir. Saya pun tiba-tiba terdiam, berhenti, dan duduk termenung sejenak dipinggir jalan.
"Ada yang salah dengan semua ini....."
saya mahasiswa. Yang katanya maha, tapi kok bisa pulang lebih cepat dan lebih ringan langkahnya dibanding adik Reza.
saya mahasiswa. Katanya merupakan harapan peradaban masa depan bangsa. Tapi mengapa saya tak kuasa memberi perubahan apa-apa kepada hidup berat adik reza selain membeli tissue darinya.
apa yang saya pelajari di kemahasiswaan pun terlintas. Biaya kuliah saya persemester 7.5 juta rupiah yang katanya biasa aslinya 50 jutaan. kemanakah 42 juta sisanya? ya 42 juta sisanya disubsidi uang rakyat.
Saya pun bertanya pada diri? 42 juta uang rakyat yang saya gunakan tiap 6 bulan ini apakah sudah pantas?
sudah memberi apa saja saya pada masyarakat?
mungkin jika 42 juta itu diberikan saja kepada begitu banyak adik Reza-adik Reza lain di pinggir jalan ia tidak perlu menghabiskan hidupnya untuk tissue dan mungkin bisa memperbaiki nasib keluarganya hingga 7 turunan berikutnya.
Lantas bagaimana jika posisi saya dan adik reza dibalik? kalau ternyata adik reza ini di masa depan dapat menjadi bill gatesnya indonesia, presiden masa depan, atau menemukan obat baru yang segala belahan dunia belum bisa temukan bagaimana?
Saya pun berpikir, jika saja saya terlahir bukan di keluarga saya mungkin saya akan menjadi adik reza lainya dipinggir jalan detik ini.
Tidak seharusnya masa depan adik reza direnggut oleh tissue biasa ini.
Jika masa depan bangsa ada di tangan generasi muda, maka membiarkan generasi mendatang seperti adik reza untuk menghabiskan hidupnya berjualan hingga tengah malam tanpa sempat untuk mengejar haknya mengejar mimpi dengan belajar adalah wujud menghancurkan masa depan bangsa.
Sumpah... adalah keniscayaan jika saya hanya memikirkan karir dan masa depan saya pribadi.. adalah wujud ketidaktaudirian dan keegoisan tanpa batas.
Memang adalah kewajiban negara untuk memelihara fakir miskin dan anak terlantar. Namun perlu kita ingat, negara ialah suatu keberadaan yang terdiri atas unsur pemerintahan, wilayah, dan rakyat. Maka tanggung jawab menjaga mereka bukan hanya ada di pemerintah tapi kita juga sesama rakyat Indonesia untuk saling menjaga. Terlebih lagi saya dan teman-teman saya yang katanya "maha"siswa, harapan masa depan bangsa, yang menggunakan uang rakyat dalam mengembangkan diri dan intelektualitasnya.
Maka saya pun menanamkan dalam hati dan meminta teman-teman sekalian untuk saling mengingatkan.
Di masa depan nanti, bagaimanapun bentuknya, dan dalam wujud keahliaan apapun, dan apapun kesukaan dan passion kita sebagai rakyat Indonesia dan mahasiswa pada khususnya,
Jangan lupalah untuk membalas hutang hidup kita kepada adik reza-adik reza lainya dan segenap rakyat yang sedang menderta di balik ilusi indahnya dunia di media .
Gunakan risetmu untuk memudahkan hidup mereka, bukan hanya meraup tahta dan harta saja.
Gunakan koneksimu untuk membangun peradaban yang mampu menyokong mereka, bukan sekedar naik menuju kuasa dan bertindak sesuka.
Gunakan uangmu dan bisnismu untuk membangun pendidikan, lapangan pekerjaan, dan sistem yang dapat memutus warisan nasib buruk orang di sekitar kita, bukan hanya tidur bergelimang mewah semata.
Mari saling mengingatkan dan mungkin bertukar pikiran bagaimana kita bisa mengubah nasib begitu banyak adik Reza-adik Reza lainya di negeri ini :))
-Dani Muhamad Trianto-
"Maha"Siswa yang Sedang Belajar untuk Membalas Hutang Budinya.
"Maha"Siswa yang Sedang Belajar untuk Membalas Hutang Budinya.
Co-Founder Titik Balik http://line.me/ti/p/%40titikbalik
Komentar
Posting Komentar